Disuatu pagi yang cerah, tampak anak-anak sekolah sesak memenuhi jalan lintas Kalimantan itu. Bergumul dengan kendaraan, mobil dan truk-truk besar. Namun itu sudah menjadi suatu pemandangan yang biasa bagi warga Anjir.
Enam kilometer dari kota Kapuas, berdiri sebuah rumah sederhana diantara deretan rumah-rumah besar lagi megah, tidak berhalaman luas, tidak pula terhias tumbuhan bunga di depannya. Hanya saja sebatang pohon mangga tua tumbuh kokoh di depan rumah itu dengan daun rimbunnya yang selalu merindangi pelataran rumah, dan bangku kayu Galam dibuat tepat di bawah pohon itu, yang biasa menjadi tempat berkumpul Hanif dan temannya.
Waktu telah menunjukkan pukul 07:00 WITA, seorang anak sekolah dengan sepeda tuanya berhenti tepat di depan rumah sederhana itu,
“Haniiiiip” Teriaknya dari tepi jalan
“iyaa sebentar, aku tau pasti kau ingin katakan jika kau tidak cepat kita akan terlambat lagi”
Sahut Hanif sembari bergegas keluar dari rumahnya.
“betul itulah yang ingin aku katakan, aku tidak mau dicap sebagai tukang lambat hanya karena kelalaianmu tidak tahu diwaktu”
“kamu memang begitu Yan, selalu disiplin dalam waktu, tapi sekarang kau tidak perlu khawatir terlambat lagi”
“ mengapa demikian ?” sahut Riyan penasaran
“aku sudah punya alat agar kita datang tepat waktu dan tidakakkan terlambat lagi”
“cepat katakan saja ! Jangan buat aku penasaran Nif”
Perlahan Hanif singsingkan lengan bajunya yang panjang seraya menunjukkannya kehadapan Riyan, “aku sudah mempunyai jam tangan, jadi aku bisa memeperkirakan waktu kita untuk berangkat sehingga tidak akan terlambat lagi” seraya menunjukkan pergelangan tangan kirinya yang berhiaskan jam tangan baru itu.
“kalau begitu, apa yang kau tunggu ayo lekas kita berangkat” sambung Riyan.
“ayoooo, dengan senang hati” sahut Hanip bersemanagat.
Mulailah mereka dengan sepeda usangnya, bergabung dengan siswa-siswi lain yang satu arah dan tujuan dengan sekolah mereka.
Dua barisan panjang bak kereta api menghiasi salah satu sisi jalan utama desa itu. Siswa yang berseragam biru putih membuat kesan sambungan disetiap jarak antar sepeda di depan dan belakang. Namun pemandangan ini hanya dapat dilihat pagi dan tengah hari saat siswa-siswi pulang sekolah.
Di tengah jalan,
“ Tooooooooooot” Tiba-tiba kelakson keras dari truk traller serentak mengejutkan siswa-siswi di sisi jalan.
“Awaaaaaas !!” teriak Riyan
Serentak siswa-siswi turun ke bahu jalan, memebiarkan truk traller itu berlalu.
“ hampir saja truk itu mengenai sepeda ku” geram Hanif
“berbahaya sekali tadi” sambung Riyan lagi
“ iya, bersepeda satu jalan dengan segala jenis kendaraan memang bukan suatu ide yang baik Yan” sembari melanjutkan kembali perjalanan yang sempat terhenti.
“betul sekali, apa lagi saat sedang diadakan perbaikan jalan, rambu-rambu tanda hati-hati itu semakin mempersempit jalan sempit ini”
“tapi bukankah rambu-rambu itu membuat kita lebih hati-hati Yan?”
“memang benar membuat kita lebi hati-hati dan itu juga sebagai tanda peringatan bahwa ada perbaikan jalan. Namun bagaimana tidak mengganggu lihat saja rambu-rambu itu telah memakan separuh bagian jalan dan tentu saja itu semakin memepersimpit jalan kita”
“ bukankah jalan ini bukan milik kita Yan, jalan ini dibuat oleh pemerintah, tanahnya pun sudah dibeli oleh pemerintah, jadi sudah sewajarnya rambu hati-hati dipasang di jalan yang diperbaiki, agar pengguna jalan tahu kalau disitu sedang ada perbaikan jalan”
“iya kamu memang benar, namun untuk jalan sepenting lintas kalimantan penghubung
Kalteng-sel ini dengan mobil-mobil dan kendaraan ngebut di atasnya, pemberian rambu hati-hati itu tentu sangat mengganggu, lagi pula pengguna jalan berhak mendapatkan kenyamanan berkendara karna mereka telah membayar pajak setiap tahunnya”.
“bukankah perbaikan jalan termasuk pelayanan kenyamanan berkendara Yan?”
“kalau begitu mengapa jalan di depan rumahku belum saja diperbaiki” sahut Riyan dengan suara meninggi “pemerintah seharusnya tidak hanya memperhatikan pengguna jalan, bagaimana dengan warga yang setiap harinya harus menghirup debu, sebab lambatnya perbaikan di laksanakan”
“jadi menurutmu perbaikan jalan yang dilakukan pemerintah masih lamban Yan”
“iya tentu saja” tegas Riyan
“mengapa demikian? Kita tidak bisa menjadikan sesuatu selesai dengan sekejap mata, semua butuh waktu dan proses”
Riyan terdiam, tak satu patah kata pun yang dapat dilontarkannya untuk menjaab pertanyaan Hanif. Sementara itu sepeda terus melaju. Sisi-sisi jalan yang penuh dengan tumpukan material terkadang membuat perjalanan terhenti, untuk melintas bergantian dengan kendaraan yang berlainan jalur.
Setelah beberapa lama keadaan hening tanpa ada dialog antara dua sahabat itu.
“mengapa kamu terdiam Yan ?” Hanip memecah keheningan. “apa kau tidak bisa menjawab pertanyaanku” sambung Hanif lagi.
“bukannya aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu, aku teringat kejadian 6 bulan yang lalu” jawab Riyan dengan suara perlahan. Tiba-tiba kesedihan tampak menyelimuti mukanya.
“kejadian apa itu Riyan sahabatku ?” Tanya Hanif lirih
“sebuah truk terguling karena sumur di jalan depan rumahku, nahas kucing kesayanganku tertimpa truk itu dan mati”
“yang benar saja Yan ada sumur di jalan depan rumahmu?” tanya Hanif bingung karna memang tidak terdapat sumur di tengah jalan aspal manapun
“ lubang besar di jalan itu daripada jalan rusak, aku lebih suka menyebutnya sumur di jalan. Yang lebih memprihatinkan lagi, sejak saat kejadian itu hingga sekarang belum ada tindak lanjut dari pemerintah, karena itu pemerintah aku anggap lamban dalam penanganan perbaikan jalan”
“jadi menurutmu apa tindakan yang harus dilakukan pemerintah dalam hal ini ?”
“mungkin mereka harus menambah tenaga kerja yang diturunkan ke jalan, walalu tidak sekejap selesai setidaknya dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat”
“hahahaha…” tawa Hanif lega
“apa yang kau tertawakan Nif ? tidak ada yang lucu”
“aku fikir kau tidak dapat menjawab pertanyaanku, ternyata kau bisa”
“itu bukan jawaban, sebenarnya itu hanya sebuah pendapat dan tidak ada yang salah dengan pendapat”
“iya benar” sahut Hanif seraya menganggukkan kepalanya “ sepuluh menit lagi lonceng sekolah akan berbunyi, sebaiknya kita memisahkan diri dari rombongan dan bersepeda lebih cepat” sambung Hanif
“baiklah, ayo lekas” jawab Riyan dengan sigap sembari mengayuh sepedanya dengan lebih cepat.
Perlahan mereka meninggalkan barisan, mendahului siswa-siswi yang lain. Tak terkecuali kendaraan yang melaju perlahan, tidak ada waktu lagi untuk mereka menunggu kendaraan itu menambah kecepatan nya.
Setelah 5 menit mereka bersepeda, sampailah mereka pada tujuan. Keramayan bisingan kendaraan kini terganti dengan keramayan siswa-siswi yang menunggu lonceng masuk berbunyi. Setelah memarkir sepeda,
“ayo lekas Nif, waktu kita tidak banyak” sembari berlari kecil menuju kelasnya
“iya, aku pun tahu itu. Untuk apa jam tanganku ini jika kita masih terlambat masuk sekolah”
“haha benar sekali, kalau masih terlambat juga lebih baik buang saja jammu ke sumur di jalan depan rumah mu itu ”
Hahahahaha keduanya serentak tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar