Kamis, Desember 5

Pagi yang Berembun

Saat kabut mulai tersingkap, dan matahari sudah siap mengangkasa. Walau masih buyar ku lihat bumi disekitarku dan sepasang tahimata yang masih melekat di setiap sisinya kuraba sekitarku kearah sumber suara yang memaksaku untuk menepi dari pelayaran mimpi yang samar namun indah jika benar terjadinya lalu mematikan sumber suara yang ternyata jam alaramku seraya melihat jarum jam yang tidak begitu jelas menunjukkan 06.30.
Seketika dunia menjadi benar-benar nyata, tak ada lagi perahu yang membawaku berlayar nan jauh ketengah samudera, ku sapu kedua sudut mataku dengan pergelangan atas tangan kanan ku yang masih kaku kurasa. kemudian menepuk-nepuk pipiku beberpa kali memastikan aku benar-benar telah terbangun dipagi yang selalu penting dan dinantikan setiap orang.
Pagi selalulah menjadi teka-teki yang tak jelas apakah aku kan kembali padanya, ataukah aku terlewat dan menjumpai siang hari disaat ku membuka mata. Atau aku terlelap dan hanya akan terbangun di alam lain disisi dunia fana ini. Kadang aku bersukur dengan kemajuan teknologi yang bisa membantu melakukan apa saja, namun terkadang kubenci kemajuan itu karena keindahan dan ketertarikanku padanya tak memepertemukanku pada pagi. Walau dia juga yang mempertemukanku.